Monday, July 27, 2009

Key to Manage

Bicara mengenai manajemen tidak bisa dilepaskan dengan kepemimpinan. Karena manajemen merupakan suatu cara untuk menjalankan kepemimpinan. Banyak orang beranggapan bahwa sukses menjadi pemimpin ditentukan oleh knowledge. Anggapan ini tidak sepenuhnya salah karena ternyata 80% manajemen itu adalah art atau seni memimpin sedangkan knowledge sisanya 20 %. Kesuksesan me-manage sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang berbeda untuk ukuran waktu, tempat dan kesempatan tertentu sehingga ekspresi pemimpin dalam mengambil keputusan sangat berpengaruh. Pemimpin yang bermodal intelektual bagus belum menjadi jaminan dapat mengambil keputusan dengan tepat, kalau cara berkomunikasi, kemampuan untuk cara bernegosiasi, membuat sinergi semua faktor yang mempengaruhi tidak tepat. Mary Parker Follet mengatakan bahwa manajemen adalah “ the art of getting things done trough the other” , seni mencapai sesuatu melalui orang lain. Ekspresi kepemimpinan yang beragam inilah yang dimaksud seni dalam memimpin. Dari seni tersebut jika dapat diuji secara empiris dengan sistematika metode ilmiah justeru akan melahirkan pengetahuan (knowledge). Dan ekspresi seni yang berawal dari imajinasi ketika sudah terkristalisasi akan melahirkan budaya baru.

Jagalah pikiran karena akan menjadi ucapan,

Jagalah ucapan karena akan menjadi tindakan,

Jagalah tindakan karena akan menjadi kebiasaan,

Jagalah kebiasaan karena akan menjadi norma,

Jagalah norma karena akan menjadi sistem,

Jagalah sistem karena akan menjadi budaya

Seni kepemimpinan biasanya menggunakan knowledge sebagai bahan untuk membuat akselerasi agar tujuan bisa tercapai dengan efektif dan efesien.

Efektif dan efesien bedanya pada penggunaan kata sambung “yang” dan “dengan”. Efektif itu melakukan sesuatu yang benar, doing the right things sedangkan efesien melakukan sesuatu dengan benar, doing things right. Efektif terkait dengan hal yang akan dilakukan sedangkan efesien terkait dengan cara melakukan hal tersebut.

Karakteristik sesuatu itu dapat dikatakan efektif memenuhi kriteria SMART (Simple, Measurable, Aplicable, Reliable, Timeable)

-Simple , mudah dipahami

- Measurable, terukur dan mempunyai standar

-Aplicable, mungkin untuk dilakukan

-Reliable, relevan dan sesuai dengan keadaan

-Timeble, memiliki target waktu pencapaian

Kepemimpinan dituntut mampu menerapkan sikus manajemen PDCA (plan, do, check, action). Siklus ini akan menjaga sustainable organisasi dalam mencapai tujuan. Kepemimpinan juga membutuhkan kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, sehingga apa yang menjadi garis kebijakan mampu dicerna dan dijalankan dengan efektif dan efesien, meghindari salah persepsi dan kebuntuan dalam organisasi. Ada tiga jenis komunikasi :

1. Interpersonal comunication, membuat diri sendiri yakin sebelum meyakinkan orang lain

2. Intrapersonal comunication, kemampuan memahami audien sehingga informasi yang disampaikan selaras dengan kebutuhan. Singkatnya mampu menyampaikan sesuatu sesuatu dengan bahasa kaumnya

3. Mass comunication, berkomunikasi secara masif atau kelompok.

Stephen covey dalam kunjungan kei Indonesia menyampaikan bahwa ada dua faktor yang menyembabkan orang Indonesia kalah bersaing dengan bangsa lain :

1. Orang Indonesia tidak terbiasa menulis, sehingga sering mengulangi kesalahan yang sama

2. Orang Indonesia tidak mau belajar mendengarkan

Kunci sukses dalam berkomunikasi adalah memahami kebutuhan (need), keinginan (want) dan cita rasa (feeling) komunikan. Caranya dengan CONFIDENCE (Compromise, Open, Negotiate, Fair, Inovative, Direct, Expressive, Non verbal, Chance, Empower)

Mengambil Kesempatan

1. Menumbuhkan Keyakinan

Perjalanan kehidupan kerap diwarnai datangnya kesempatan yang membentangkan peluang versus tantangan. Dalam setiap kesempatan selalu memunculkan resiko, pilihannya adalah eksekusi yang berarti take risk atau abaikan (ignore). Keputusan terhadap penuntuan pilihan selain muncul kalkulasi untung-rugi, kemampuan atau pengalaman juga dipengaruhi keyakinan. Dorongan keyakinan justru menjadi energi dahsyat sebagai pra syarat kita bisa sukses mengeksekusi peluang atau mengabaikan peluang yang satu untuk mendapatkan peluang lainnya.

Keyakinan yang kuat muncul dari proses objektif terhadap realita yang dipadankan dengan tata nilai (value) ada dalam sanubari. Keyakinan memberikan rasa aman dalam diri. Keyakinan akan menjadi tameng yang memperkuat daya tahan kita mejalankan kesempatan. Seringkali ketika berhadapan dengan kesempatan kita tidak langsung serta merta memperoleh keyakinan itu. Baru setelah menjalaninya keyakinan itu muncul di tengah jalan atau malah belakangan setelah orang lain yang berhasil merebut kesempatan itu.

Disinilah pentingnya niat yang baik (islahunniyah) sebagai pendahulu dari setiap perbuatan. Niat baik itu dianjurkan diringi dengan ritual do’a-do’a tertentu. Rahasianya ternyata, niat yang baik dan do’a-do’a penuh harapan menjadi pengikat yang menumbuhkan keyakinan. Atas dasar keyakinan itu apa pun pilihan keputusan akan melahirkan sikap positif untuk mencapai buah kesuksesan dari kesempatan yang diambil. Keyakinan akan memberikan yang terbaik bagi dirinya, apapun hasilnya. Banyak orang yang lupa diri ketika mereka merayakanan kemenangan atas kesempatan justeru karena keyakianan mereka tidak dibalut oleh niat yang baik apalagi do’a. Dan sebaliknya banyak orang yang gagal, mendapatkan inspirasi hikmah dari kesempatan yang terbuang sehingga bisa meraih kemenangan berlipat dari kesempatan-kesempatan yang datang berikutnya.

Adakalanya kesempatan yang diambil bukalah sesuatu yang prestisius dan populis dan bagi sebagian orang dianggap remeh dan tidak memerlukan effort / kesungguhan untuk mencapainya. Dengan atau tanpa perlu keringat lebih dia akan mudah diperoleh. Ini sah-sah saja karena setiap orang tentu punya prioritas dalam hidupnya. Namun alangkah indahnya ketika kita mampu mengkapitalisasi kesempatan tersebut dengan niat yang baik dan kesungguhan sehingga waktu, biaya, tenaga, pikiran sedikit apapun yang tercurah menjadi bernilai tidak hanya bagi diri kita atau saat ini tapi buat kebaikan disekeliling dan masa depan kita. Jangan lupa sesuatu yang baik bisa menjadi tidak baik karena niat yang salah.

Tahap berikutnya adalah apa yang kita lakukan saat kita bertemu dengan kesempatan. Ada tiga faktor yang menjadi syarat kita bisa memenangkan kesempatan untuk meraih kesuksesan.

1. Create to opportunity

Menangkap peluang dari kesempatan yang ada. Bagi orang yang cerdas setiap kesempatan bisa menawarkan peluang-peluang untuk sukses tidak hanya satu sisi tapi dari banyak sisi. Kesempatan melanjutkan pendidikan akan memberikan peluang menambah status, embel-embel gelar, apakah hanya itu yang didapat, tentu jawabannya tidak. Dan sejatinya malah bukan untuk itu, melainkan untuk memperoleh pengetahuan, meng-upgrade kemampuanuntuk kemudian diamalkan dan diaplikasikan untuk memperbaiki kualitas kehidupan.

2. Inovation

Dengan inovasi kesempatan menjadi sarat nilai tambah. Sesuatu yang kurang menarik menjadi sangat menarik. Sesuatu yang bisa menjadi luar bisa.

3. Risk calculation

Kesempatan yang datang pasti selalu dihadapkan pada resiko, sekecil apapun itu. Menghitung resiko penting sebagai alat ukur untuk menghitung kemampuan memenangkan kesempatan. Kalkulasi terhadap resiko juga dapat meminimalisir dampak dari kegagalan serta membuka peluang munculnya alternatif.

Dengan apa kita bisa mengeksekusi kesempatan. Jawabannya adalah resourches (sumberdaya), ketiga hal di atas pun sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya. Resourches dalam ilmu manajemen dikenal dengan istilah 5 M : Man, Money, Machine/Method, Material, Management.

Kesempatan juga kait eratannya dengan selera. Yang paling berpeluang menang adalah yang paling bisa memenuhi selera entah itu pasar, owner, stakeholder atau siapapun yang berkepentingan menawarkan/memberi kesempatan tersebut. Contoh sederhana adalah ketika seorang pria tertarik pada seorang gadis dan berniat mempersuntingnya maka dia harus dapat memenuhi selera si gadis, orangtua bahkan kerabatnya. Dia harus mampu membuktikan bahwa dia adalah orang yang paling tepat, memiliki kriteria yang diinginkan si gadis. Dia juga harus menyakinkan orangtua si gadis, bahwa dia dianggap mampu memenuhi ekspektasi mereka untuk membahagiakan putri kesayangannya.

Selera secara umum itu dipengaruhi oleh :

1. Tingkat pendidikan

2. Pendapatan

3. Gaya hidup

Pengambilan kesempatan bukan sekedar ambil jatah, aji mumpung atau daripada tidak. Kita harus mampu menyajikan keunggulan dalam setiap kesempatan. Keunggulan dapat berupa keunggulan komparatif, dimana level dengan pesaing sama tapi kita mampu lebih baik, keunggulan kompetitif, dimana kita mampu menyajikan sesuatu yang tidak dimiliki pesaing atau yang paling baik mengetengahkan keunggulan berkelanjutan, yakni keunggulan kompetitif yang senantiasa terjaga.

Monday, June 1, 2009

Menikmati Peran

Seorang lelaki paruh baya menggendong tas di separuh bahu yang berisi barang dagangan, dia memasuki ruangan demi ruangan menjajakan barang dagangannya. Raut wajahnya yang bersih semakin berseri dengan seyuman khasnya, terutama ketika dia berhasil mengocak tawa calon pembeli yang dia ajak bercanda dengan bahasa-bahasa penawaran penuh lelucon. Harga-harga barang yang dia jajakan dia sebutkan dengan bahasa inggris dengan cukup fasih, tanpa malu dan ragu, walau terlihat tidak sebanding dengan prestisius barang yang dia tawarkan yang terdiri dari pisau dapur atau centong nasi dan sayur yang terbuat dari tempurung kelapa. Yang menarik dari lelaki yang selalu mengenakan kopiah haji itu adalah dia tampak sangat menikmati profesinya, tak tampak guratan kelelahan, dia sangat ceria dan antusias menyakinkan orang untuk membeli daganganya. Tak lupa, dia juga selalu berterima kasih ketika ada yang membeli. Meskipun saya tahu ada diantara teman yang akhirnya membeli barangnya karena merasa kasihan.

Seseorang yang memiliki antusiasme dan gairah dalam melakukan setiap peran dalam beragam aktifitas kehidupan tentunya akan melahirkan aura positif tidak hanya bagi dirinya sendiri tapi bisa juga bagi orang yang lain di sekelilingnya. Minus gairah, orang akan terlihat datar, ala kadarnya bahkan tidak jarang terlihat malas menjalani kehidupan.

Bagaimana agar antusiasme dan gairah tersebut selalu membuat andrenalin yang akan menjadikan hidup lebih hidup. Satria Hadi Lubis dalam bukunya yang berjudul "Burn Yourself" menyatakan bahwa kunci keberhasilan seseorang mampu meledakan potensi pada dirinya adalah memiliki visi dalam hidup, dan bahkan visi itu harus dijabarkan dengan menggali visi dari setiap peran yang dijalankan.

Ibarat pulau impian (dream land) visi akan menuntun seseorang setapak demi setapak mengayuh, mengarahkan dan menjaga bahtera berjalan ke arah yang dituju. Terpaan badai, hantaman gelombang tidak akan mampu menghentikan laju bahtera, bahkan hempasan angin pun tak akan mampu menyesatkan bahtera dari tujuannya. Semua awak bahu-membahu menjalankan perannya masing-masing dengan satu tujuan mengantar bahtera bersandar di pulau impian. Sang nahkoda sangat memahami peran dia untuk mengendalikan kemudi bahtera, membaca arah angin, cuaca serta memastikan seluruh awak bekerja dengan baik. Sang juru mesin pun dengan baik memahami perannya memastikan mesin kapal bekerja optimal, cermat menggunakan bahan bakar dan tanggap mengatasi kerusakan yang terjadi. Sampai sang kelasi pun bijak memahami peranya untuk melayani kebutuhan logistik awak kapal, menjaga kenyamanan dek-dek yang ada.

Begitupun halnya dengan manusia, visi (turunan yang lebih gampang dicerna bisa berwujud cita-cita atau harapan) membuat andrenalin seseorang terpicu sehingga dia bergairah menuntaskan usaha-usaha dalam menggapainya. Visi itu akan menjadi pelecut motivasi menghadapi masalah, tantangan dan berbagai kendala yang menghadang. Visi akan melahirkan keyakinan yang kuat bahwa setiap perjuangan mencapainya pasti memerlukan pengorbanan. Dalam tataran praktis visi itu harus pula di-breakdown (dijabarkan) dalam setiap peran yang diambil, inilah yang kemudian dinamakan "visi peran". Misalnya Budi, diluar dirinya sebagai pribadi, dia adalah ayah dari 2 orang putri, suami dari seorang isteri yang sangat ia cintai, anak dari orang tua yang selalu dia hormati dan banggakan dalam hidup, dan karyawan dari sebuah institusi tempat dia bekerja. Seperti awak kapal tadi budi pun harus dapat mendefenisikan visinya sebagai seorang ayah, suami, anak dan karyawan agar semuanya bisa berjalan beriringan mendukung visi besarnya. Salah kalau peran-peran itu dianggap pekerjaan sambilan dan sambil lalu, masing-masing punya kepentingan dan skala prioritas tersendiri. Bahkan dalam beberapa orang terkadang salah satu dari peran tersebut mampu menginspirasi mereka sehingga mereka mencapai puncak dalam hidupnya. Sebetulnya peran-peran kecil itu kalau dapat dijalankan dengan sempurna tentunya menjadi energi besar dan mengkondisikan seseorang nyaman melakukan pekerjaan besar menggapai visi besarnya. Dan saya yakin kita sepakat bahwa Budi yang sukses paripurna adalah Budi yang bisa mencapai visi besarnya dan mampu menunaikan dengan baik semua peran yang dia memiliki.

Visi membuat seseorang bergairah menghadapi kehidupan. Antusiasme menyala-nyala sebenderang visi yang begitu jelas tampak di pelupuk mata. Setiap pergerakan peran melangkah dengan penuh optimisme. Sesulit apapun peran terlihat dimata orang baginya adalah rengkuhan kenikmatan menjalaninya. Lihatlah Oshin, perjalanan hidup yang penuh dengan perjuangan dia jalani dengan begitu ikhlas, sabar, gigih penuh antusiasme serta sangat menikmati perjalan peran apapun dia jalani dengan keyakinan kuat akan datangnya kehidupan yang lebih baik, sehingga diakhir cerita Oshin menjelema menjadi sosok yang begitu sukses.

Visi yang luhur akan memberikan kenikmatan dalam menjalankan peran-peran kehidupan, dia akan mencegah seseorang dari berkeluh kesah, berprasangka dan stress. Karena dia begitu memahami hakikat berjalannya fitrah kehidupan. Visi yang luhur adalah niat yang terpatri kuat tinggal menyambutnya dengan ikhtiar yang sungguh-sungguh sembari menggandengnya dengan tawakal yang ikhlas.

Monday, May 25, 2009

Kepenatan Politik

Seringkali saya menjumpai komentar-komentar yang muncul entah itu di website, di mass media atau di obrolan sehari-hari yang menjadi menu utama adalah persoalan politik. Saya terkadang terenyuh ketika menjumpai komentar yang negatif, berlebihan, bahkan tidak etis sampai terkadang membuat saya berfikir sebegitu penatkah politik kita? Jangan-jangan kita hanya terjebak padatnya arus trafick politik yang memancing emosional sehingga kita kehilangan kesabaran untuk mencari jalan yang lebih lancar dengan kendaraan yang lebih baik.

Hingar bingar dan hiruk pikuk politik belakangan ini boleh jadi membuat sebagian dari kita merasa risih dan jengah. Lontaran janji dan adu argumen kampanye membuat hati merasa tidak nyaman karena acapkali mempertontonkan konflik, kebanggaan semu, fanatisme irasional. Lebih jauh mungkin bagi sebagian lagi yang sudah sempat mengikuti lebih dalam proses politik, akan secara kasat melihat prilaku para kontestan yang sudah menerabas aturan main demi memperoleh kekuasaan sehingga jargon demokrasi yang mengatakan "suara rakyat adalah suara tuhan" hanya menjadi bualan manis para pendukungnya, sementara dilapangan suara tuhan itu ternyata dapat digadaikan/diperjualbelikan dengan harga yang sangat murah.

Ada beberapa bentuk penyikapan atas terjadinya hiruk-pikuk politik ini, pertama ada orang yang melakukan perlawanan terhadap hajatan politik ini, ini lebih dari sekedar golput melainkan mereka terang-terang melakukan perlawanan, mereka menilai semua yang terkait dengan hajatan ini sudah mengkhianati prinsip-prinsip politik, entah itu regulator, penyelanggara, maupun peserta. fakta yang mereka jadikan argumen adalah suara golput terbukti menjadi pemenang sesungguhnya.

Kelompok kedua adalah golongan yang apatis, acuh, masa bodoh. Bagi mereka urusan politik sulit ditemukan hubungan simetris dengan nasib/garis kehidupan mereka. Ikut (nyontreng.red) atau tidak mereka tetap menjadi dan menjalani apa yang saat ini mereka jalani.

Kelompok ketiga adalah kelompok pendukung, kelompok ini tentunya adalah mereka yang jelas kelompok yang bermain dalam arena ini mereka adalah regulator (pemerintah), penyelanggara, maupun peserta dan konstituen (bisa kader atau cuma simpatisan). Mereka menganggap hajatan politik ini merupakan solusi untuk mengatasi berbagai persoalaan yang mendera bangsa ini.

Dan kelompok terakhir adalah kelompok yang maaf saya sebut kelompok predator. Keberadaan mereka boleh jadi berada di ketiga kelompok yang saya sebutkan diatas, bisa pula lintas sektoral mereka menancapkan kakinya untuk bermain. Infiltrasi mereka sangat ambivalen dan tidak bertanggung jawab. Pada kelompok pertama mereka melakukan sikap-sikap oposan tetapi bukan oposan sejati melainkan ditunggangi oleh tujuan tertentu sehingga terlihat sangat arogan, merasa benar sendiri dan sangat meremehkan yang lain. Dalam kelompok kedua mereka cendrung di dominasi oleh kelompok yang tidak mau ikut ribet, capek-capek dan mempertahankan idealisme serta sikap rasionalnya untuk menggunakan hak politiknya, tapi bagi mereka yang penting apa yang bisa mereka dapatkan dari hajatan politik sehingga predator yang ada dalam kelompok ini tidak juga konsisten dengan apatisme tersebut tetapi mereka melihat peluang apa yang mereka dapatkan seperti misalnya "money" dari "politik", tergoda oleh transaksi politik semu yang membuat suara nurani tergadai, atau memperkeruh suasana dengan komentar-komentar asal bunyi dan tidak bertanggungjawab.

Keberadaan predator pada kelompok ketiga ini sangat berbahaya karena keberadaan mereka di kelompok ini sejatinya bukan memperjuangan atas apa yang mereka sampaikan ke khalayak, yang tampak manis mengatasnamakan kepetingan bangsa dan negara yang lebih besar, melainkan yang mereka kehendaki adalah tercapainya kepentinga-kepentingan sesaat yang bersifat pribadi dan kelompoknya. Saya katakan berbahaya karena, INGAT mereka memainkan sepak terjangnya pada kelompok pertama dan kedua. Mereka akan memainkannya kapan mereka mau untuk dapat memuluskan pencapaian kepentingan mereka, terutama ketika mereka merasa terancam kepentingannya.

Mari sejenak kita kembali pada hakikat politik itu sendiri agar kita jangan sampai hanya menjadi penonton yang asyik-masyuk menikmati pementasan politik yang tengah berlangsung, atau berduka lara dalam haru biru sekenario pementasan, atau pulang dengan cepat karena pertunjukan yang begitu menjemukan, padahal kita ternyata belum utuh menyaksikan dan memahami seluruh fragmen pertunjukan.

Kita harus menyadari bahwa kita adalah pewaris sah negeri ini, baik buruknya negeri ini sedikit banyak kita turut berkontribusi. Saat ini suara kita sama nilainya dengan suara seorang presiden. Ketika kita sebagai individu sudah menyerah dengan kepenatan politik mungkin kita juga merasa tidak sendiri tapi bersama puluhan juta bahkan ratusan juta warga yang lain, maka saya tidak bisa membayangkan kemana negeri ini akan dibawa.

Istilah politik menurut wikipedia adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.

Melihat defenisi ini berpolitik hakikatnya sudah menjadi bagiam inhern dalam diri seorang manusia, dan itu dimulai jauh sebelum kelahiran kita. Ketika kedua ayah-ibu kita memutuskan untuk menikah mengikat janji membentuk sebuah keluarga disitu mulai muncul pembagian peran dan dalam setiap perjalanan sudah pasti terjadinya kesepakatan/keputusan diantara keduanya, sampai kita terlahir menjadi seorang warga dari sebuah negeri bernama indonesia. Ini saya sebut tahapan dari sikap berpolitik seseorang mulai dari individu, pembetukan keluarga, bermasayarakat hingga dalam ujung istilah politik wikipedia dalam bernegara seperti saya sedang kita bicarakan.

Sebagai warga negara, hak politik adalah hak asasi yang dijamin konstitusi. Kita bebas menentukan pilihan kita dan tidak diperkenankan adanya pemaksaaan kehendak. Sang Khalik menganugerahkan panca indera, akal dan perasaan sebagai perangkat kita hidup untuk memudahkan kita memutuskan pilihan kita untuk bersikap. Dalam bermasayarakat, berbangsa, bernegara dan beragama kita pun dibekali dengan rambu-rambu yang mengarahkan setiap pilihan jalan kehidupan kita, termasuk pilihan politik berusaha agar benar dan baik bagi semua, tidak mendzalimi yang lain.

Saya berkeyakinan bahwa jika kita objektif, rasional, mengedepankan nurani sikap apapun yang kita ambil dalam memberdayakan hak politik kita akan membawa kemanfaatan yang besar bagi bangsa ini, dan tentunya predator-predator di negeri ini akan semakin sempit ruang geraknya dan bukan mutahil akan enyah dari negeri tercinta ini. Jadi kini anda bebas menentukan pilihan terbaik ada, tentunya bukan predator. wallahua'lam