Friday, December 28, 2007

Memilih cara mati kita...

Maha Suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun
(QS Al Mulk:1-2)

Di penghujung tahun ini berita kematian serta merta memenuhi ruang ingatan saya. Mulai dari kematian aktor lawak kawakan ketika sedang asyik berolahraga, parade bencana yang terjadi di beberapa wilayah nusantara antara lain longsor yang mengubur hidup-hidup penduduk Karanganyar yang baru selesai menolong membersihkan 5 rumah tetangganya yang tertimbun longsor pembuka sebuah ceremony yang sangat memilukan, luapan ganas air sungai di Magetan yang menghanyutkan jembatan beserta warga yang tengah berdiri di atasnya saat menyaksikan air bah meluap sebuah wisata bencana yang berakhir tragis serta rentetan banjir yang melumpuhkan kota-kota di jawa tengah dan jawa timur, parade ini seolah merekaulang 3 th peristiwa tsunami di serambi mekah, selang sehari giliran penduduk dunia tercengang dengan kematian seorang poltikus wanita kenamaan beserta ratusan pendukungnya kala mengkampanyekan agenda perubahan di negerinya.

Kematian seseorang mengingatkan kita terhadap makna kesedihan dan kehilangan yang terkemas bersama haru biru kenangan terhadap si mayit. Terkadang perasaan duka itu membuncah melintasi batas-batas biologis, ideologis, demografis atau ikatan-ikatan lain, mungkin kita sama sekali tidak pernah berinteraksi langsung dengan si mayit dan dia pun sama sekali tidak pernah mengenal kita tapi ketika si mayit terlanjur memberi kesan atau mengisi ruang emosi kita, maka kita mau tidak mau merasakan kepergian dia. Perasaan duka semakin menjadi sebanding dengan kuatnya (dekat) ikatan emosi dengan si mayit. Rasakan bagaimana situasi jiwa kita ketika ditinggalkan orang terdekat seperti ayah, ibu, anak atau isteri kita?; Apa yang kita rasakan ketika mendengar kabar orang yang kita kagumi karya, jasa dan perannya yang telah begitu banyak menorehkan kebaikan kepada kehidupan meninggal dunia?. Saya yakin nurani kita akan teriris, kenapa itu bisa terjadi tak lain karena mereka telah memberi banyak jasa, peran terhadap kita. Mereka telah mendapatkan ruang-ruang istimewa di dalam jiwa kita. Kebersamaan dengan mereka telah menemani kita menghadapi kehidupan, kontribusi mereka membuat kita menjadi diri kita seperti sekarang ini, dan semuanya menyatu dalam taman kenangan indah yang menghiasi memori jiwa kita. Semakin besar lingkup pengaruh seseorang maka akan semakin banyak orang yang menangisi kepergiaannya, semakin bergemuruh lantunan do’a terpanjat untuknya, semakin berebut orang bertakziah dan mengantar kepergiannya ke tempat bersemayam.

Pertanyaannya sekarang kita balik, kalau kita adalah si mayit itu kira-kira akankah orang-orang disekeliling kita merasakan seperti apa yang kita rasakan?

Tabiat kematian datang pada saat tak terduga. Kematian menjadi bagian dari misteri dan rahasia abadi yang tidak dapat diketahui secara pasti waktunya. Kita tidak diberi tahu kapan datangnya ajal sehingga kita bisa mempersiapkan detik-detik nafas berhembus dari tenggorokan. Berbagai disiplin ilmu dan kecanggihan teknologi tidak akan mampu menguaknya. Yang menarik, ditengah ketidakpastian saat kematiaan setiap orang pasti mati. Sepanjang sejarah kehidupan manusia tidak ada manusia yang hidup kekal.

Misteri mengapa waktu kematian dirahasiakan adalah agar kita bisa mengakhiri kehidupan dengan cara yang terbaik sambil meninggalkan jejak-jejak peran (amal) yang mampu memberikan kemanfaatan bagi kehidupan banyak orang. Boleh jadi kita tidak akan pernah tahu saat kematian kita tapi kita bisa memilih dengan cara apa kita mati. Secara umum ada beberapa pilihan dengan cara apa kita menjemput kematian :

  • Merampas takdir
    Cara ini dipilih oleh orang yang mengalami depresi berat dan tidak mempunyai kapasitas cadangan mental yang memadai. Orang tersebut menjadi frustasi dan kehilangan harapan dengan kehidupan, mereka akhirnya memilih cara bunuh diri. Ada juga orang yang bunuh diri dengan alasan untuk menjaga harga diri dan kehormatan, padahal sepertinya masih ada cara yang lebih terhormat untuk menjaga harga diri dan kehormatan yaitu dengan melakukan taubat yang sebenar-benarnya dengan cara mengakui kesalahan, menerima segala konsekuensi hukum akibat kesalahan yang diperbuat, meminta maaf dan menunaikan hak-hak pihak yang terdzalimi, tidak akan pernah mengulangi kesalahan serta berbuat hal-hal yang terbaik untuk mengisi sisa kehidupannnya bukannya dengan bunuh diri yang bisa jadi malah bentuk lain dari sikap frustasi itu sendiri dan terkesan lari dari masalah. Mengakhiri hidup dengan bunuh diri sama dengan merampas takdir waktu kematian.

  • Mengabaikan takdir
    Cara ini dipilih oleh orang yang lupa bahwa kematian akan menimpa dirinya dan orang yang tidak percaya adanya kehidupan setelah kematian maka mereka akan berjuang sekuat tenaga agar hidup yang hanya sekali bisa mereka nikmati sepuasnya. Terkadang mereka terjebak dalam kebebasan yang kebablasan, yakni kebebasan yang menganiaya diri sendiri seperti pemadat, pecandu narkoba, atau psikopat. Dan kebebasan yang merugikan pihak lain baik orang maupun meusak lingkungan demi kepentingan dirinya sendiri. Bagi mereka yang terpenting adalah bisa hidup sebebas-bebasnya dan sepuas-puasnya, karena prinsip mereka hidup hanya sekali kapan lagi bisa menikmatinya.

  • Menyambut takdir
    Cara ini menjadi pilihan Setiap orang mengupayakan masa hidupnya dilalui dengan penuh kemuliaan dan kalaupun kematian datang menjemput maka akan cara yang terbaik (khusnul khotimah) . Kalau mereka yang mengabaikan takdir, akan berjuang sekuat tenaga agar hidup yang hanya sekali bisa mereka nikmati sepuasnya. Bagi orang yang menyambut takdir, mereka meyakini adanya kehidupan akherat mereka jauh lebih giat berusaha agar semasa hidup di dunia yang hanya sekali (sementara) bisa mencicipi porsi kue kebahagian dunia dan sembari mempersiapkan bekal untuk nanti di akherat dan kelak merasakan sepenuhnya kebahagiaan akherat yang bersifat abadi. Dengan cara ini orang tidak takut sama sekali dengan kematian dan sangat meyakini akan datangnya kematian. Ketika mereka hidup mereka hidup dengan segenap kesungguhan menjadikan setiap detik yang dilaluinya penuh dengan arti, tidak tersia-siakan. Totalitas dalam menjalani kehidupan, tawarannya cuma dua hidup mulia atau kalaupun harus berkurban jiwa/menjemput kematian maka kematian itu juga dengan cara mulia. Orang-orang yang memilih cara ini kerap menjadi sosok-sosok pejuang yang menorehkan segenap prestasi fenomenal yang diwariskan kepada generasi setelahnya. Kematian mereka di medan perjuangan menjadi penutup yang sangat manis dalam menutup lembaran hidupnya.

Silahkan anda pilih dengan cara apa anda menjemput kematian...

Friday, June 29, 2007

Iman Menjadi Perisai dan Senjata Menebarkan Kebaikan

Dan barangsiapa mengerjakan kebajikan dan ia dalam keadaan beriman, Maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya.
( QS:Taha 112)

Setiap pertaruhan pasti ada harga yang harus dibayar, begitupun halnya dengan mempertaruhkan kebajikan ditengah derasnya kedzaliman yang merasuk di setiap sendi kehidupan. Tabiat kedzaliman adalah selalu menorehkan luka pada setiap tempat kedzaliman tersebut menghinggapi, cepat atau lambat, halus atau masif luka tersebut akan terasa. Luka tersebut akan merusak tatanan kehidupan yang harmonis karena kedzaliman menukarkan nilai-nilai kebaikan dengan virus-virus kerusakan. Ketika sebagian kecil manusia memilih bertahan untuk memperjuangkan nilai-nilai luhur kebaikan demi menjaga kelestarian kehidupan maka mereka akan merasakan goresan luka-luka tersebut pada dirinya sendiri . Perihnya sayatan luka berupa tergadainya hak dan berbagai perlakuan tidak adil adalah hidangan yang harus mereka santap bahkan disaat lapar sekalipun.
Rasulullah dan para sahabat merasakan begitu hebatnya tekanan para kaum musyikin Quraiys ketika mereka mengembargo kaum muslimin, mereka tak hanya memutus jalur logistik tapi lebih dari itu mereka mengisolasi dan membuat kaum muslimin menjadi orang asing di negeri mereka sendiri. Hak kaum muslimin untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup mereka terputus. Ruang gerak mereka dipersempit, peran mereka dibatasi sebatas kaum muslimin. Kompromi yang ditawarkan kaum Quraisy adalah meminta Rasulullah menghentikan aktifitas dakwahnya sebagai syarat mereka menghentikan embargo. Pada saat itu penderitaan Rasulullah ditambah dengan meninggalnya isteri tercinta Khadijah r.a. dan pamannya Abu Thalib yang selama ini mendukung dakwah beliau.
Lalu apakah yang bisa membuat Rasulullah dan para sahabat bertahan dari situasi sulit tersebut. Keimananlah yang menjadi perisai sekaligus senjata kaum muslimin untuk bertahan untuk menang. Keimanan melahirkan energi kesabaran luar biasa yang tak pernah kering dibawah teriknya tekanan embargo. Keimanan menolak kompromi kafir Quraisy untuk berbagi keyakinan, sehari mengakui kesesatan mereka sehari kemudian mengikuti keyakinan kita bukan bentuk toleransi yang Islam diajarkan. Tidak ada kesepakatan atas tawar-menawar keimanan, karena keimanan adalah keyakinan setiap individu yang harus dihormati dan merupakan hak asasi manusia. Tidak ada kompromi atas legalisasi kedzaliman, karena legalitas kedzaliman tidak akan pernah membawa kebaikan dan justru yang akan mencabut hak asasi sampai pada akar-akarnya. Al halalul bayyin wal haramu bayyin, antara kebenaran dan kedzaliman ada demarkasi yang jelas bahkan ketika ada sesuatu keraguan (syubhat) yang tampak berada di garis perbatasan kita dianjurkan untuk meninggalkannya. Tugas mulia menebarkan kebajikan, menyemai benih-benih kemanfaatan, mengawal perubahan di berbagai bidang kehidupan pijakannya adalah keimanan. Kebaikan yang dilakukan dengan keimanan akan menjadikan setiap intimidasi kedzaliman menjadi sumbu pembakar semangat perjuangan yang akan semakin memperkokoh bangunan kebaikan yang dipancangkan. Keimanan akan menjauhkan para penyeru kebaikan dari sikap kekhawatiran terhadap ancaman yang mengintainya. Tidak ada sesuatupun yang mereka takutkan selain Tuhannya. Kebaikan yang dilakukan dengan mudah tanpa tantangan yang merongrong seringkali membuat lengah dan kehilangan daya kreatifitasnya. Sementara kebaikan yang penuh intimidasi akan memperkuat eksistensi kebaikan tersebut mengahadapi terpaan ujian yang lebih besar lagi.

Wednesday, June 27, 2007

Positioning


Kehidupan yang pada satu sisinya merupakan arena kompetisi, menempatkan para pesertanya untuk menentukan posisi yang cocok untuk memenangkan kompetisi sehingga tetap survive. Positioning menjadi strategi untuk mengawinkan peluang dan kemampuan. Ketika peluang yang bagus bertemu dengan kemampuan yang mumpuni maka terlahirlah prestasi gemilang, makanya betul ungkapan yang menyatakan “posisi menentukan prestasi”. Dalam manajemen “The right man on the right place” menjadi penentu besar sebuah kesuksesan. Suatu urusan yang tidak dikerjakan oleh ahlinya maka akan rusaklah hasilnya begitu pesan yang disampaikan Muhammad Saw. Positioning menjadi tantangan setiap individu untuk mengeksploasi diri. Keberhasilan mengenali diri sendiri akan menyeruakan potensi yang terpendam. Butiran mutiara minat dan bakat akan semakin mengkilat dan terasah ketika potensi bertemu dengan posisi yang tepat. Yang perlu diwaspadai dalam positioning adalah rasa nyaman berada dalam posisi yang meninabobokan panca indera dan lengah terhadap tantangan kompetisi yang sentantiasa mendampingi setiap perkawinan potensi dan peluang.

Tuesday, June 26, 2007

Ketika harus memilih…


Berani hidup maka harus berani memilih karena kehidupan adalah kumpulan dari aneka pilihan. Gamang dalam menentukan pilihan akan mengakibatkan gerak langkah berjalan gontai, seseorang akan terseret oleh kehendak takdir. Sebab takdir itu sendiri melaju di atas dua jalan kehendak, yaitu kehendak Illahi yang bersifat mutlak dan kehendak insani yang bersifat relatif. Manusia dalam rentang kehidupannya tidak akan pernah lepas dari dua jalan ini. Kehendak Illahi berjalan di luar batas kemampuan manusia sebagai makhluk, manusia hanya bisa menerima dan dituntut untuk cerdas dalam mengambil hikmah yang pasti selalu menyertainya. Kehendak insani bergerak sesuai dengan kemampuan manusia merealisaikannya. Ketika kita harus memilih kita harus cukup jeli memotret masa depan yang menyisakan ruang kemungkinan yang kita impikan, kemudian membekali diri dengan energi ikhtiar yang cukup untuk membuktikan bahwa pilihan kita tepat, dan bisa diwujudkan. Karena biasanya setiap pilihan menawarkan tantangan tersendiri yang menguji si pemilih tetap bertahan atau mundur di tengah jalan. Dan yang terakhir yang tidak boleh dilupakan ketika kita memilih adalah kita harus menyisakan ruang dalam jiwa kita untuk berlakunya kehendak Illahi yang dalam kaca mata lahiriah mungkin pilihan kita berwujud tidak seperti apa yang kita impikan.

Thursday, June 21, 2007

membangun optimisme


Setiap orang mendambakan kesuksesan dalam hidupnya. Kesuksesan diperoleh dengan kerja keras menerobos palang-palang kemalangan. Makanya orang yang sukses diketegorikan sebagai orang yang memiliki daya tahan kemalangan. Daya tahan kemalangan bekerja dengan optimisme. Sikap optimis menjadi sumbu yang membakar seseorang untuk bekerja keras. Untuk membangun optimisme pondasinya adalah mengembangkan kekuatan kepercayaan, pecaya bahwa anda dapat sukses maka anda akan sukses. "Saya-positif-saya-bisa" dapat akan membangkitkan kekuatan, keterampilan, dan energi yang diperlukan untuk berhasil. Setiap orang adalah produk dari pikirannya sendiri. Maka hiasilah pikiran kita dengan pikiran-pikiran postif : berpikir sukses, jangan berpikir gagal; anda lebih baik daripada yang anda kira; percaya pada hal-hal besar yang anda impikan. Kepercayaan diri bahwa saya bisa, diri saya sangat berharga akan membuat mesin kesuksesan itu otomatis bekerja. Selamat mencoba !

Wednesday, June 20, 2007

penantian


Menunggu bagi banyak orang adalah pekerjaan yang sungguh membosankan. Menunggu adalah persimpangan antara harapan dan kecemasan, antara kepastian dan ketidakpastian. Menunggu bagi sipenunggu jelas akan membuat dia menyisakan ruang kegundahan yang menyisakan sedikit hambatan untuk melangkah. Menunggu bagi pihak lain memberikan ruang jarak peluang atau kesempatan yang semestinya bisa diraih sipenunggu. Ada tumpukan energi yang tak tersalur atau malah tersalur percuma ketika sipenunggu lengah. Tak jarang jalan persimpangan itu dilewati oleh sikap was-was yang bisa menjadi pintu masuk para penggoda atau lewat pula adanya sakwasangka akibat kekhwatiran tergadaikannya harapan. Menunggu adalah rutinitas kehidupan yang selalu menyisakan ruang hampa yang sebetulnya bisa diisi. Hanya saja memang tantangannya adalah konsentarsi yang tidak bisa optimal karena harus berbagi dengan fokus yang ditunggu

apa yang kita cari...


Sebuah ungkapan bijak mengatakan bahwa seseorang hidup di dunia ibarat pengembara. Dunia adalah salah satu dari sekian tempat yang ia singgahi. Dia berhenti di dunia hanya untuk beberapa saat untuk kemudian berjalan kembali menuju tempat pengembaraan berikutnya. Sehingga dunia bukanlah awal atau akhir dari episode kehidupan. Kehidupan dunia adalah kehidupan yang penuh dengan kerelatifan, tidak ada yang mutlak sesuai dengan sifat kefanaannya. Maka menjadi sebuah keniscayaan yang dihadapi bagi sang pengembara adalah tidak akan pernah mencicipi kehidupan yang hakiki, artinya dia tidak akan terus-menerus merasakan kebahagiaan atau kesenangan yang tak dibatasi oleh indera dan ruang, sebaliknya dia juga tidak akan pernah mengalami kesengsaraan, kesusahan atau kesakitan tak terperi yang tidak pernah memberikan kesempatan wajah untuk tersenyum dan air mata untuk berhenti menetes. Lalu adakah tempat berlakuknya kehidupan hakiki tersebut? Jawabannya adalah pasti ada, karena kisah sang pengembara tidak mungkin berhenti ditengah mesti ada akhir sebagai penutupnya dan kehidupan hakiki inilah episode akhir yang dia tuju. Dunia bagi sang pengembara menjadi ladang amal untuk menyemai benih-benih kebaikan untuk kelak bisa dia bawa sebagai bekal perjalanan berikutnya. Dan ini bukan pekerjaan mudah baginya, ada skenario-skenario kehidupan dengan atau tanpa dia rencanakan yang akan mengujinya. Dunia dengan segala keindahan isinya bisa saja memperdayainya, sampai-sampai membuat dia melupakan petualangannya dan menganggapnya dunia menjadi terminal terakhir. Bisa juga dunia dengan segala kesemrawutan, kesumpekan dan keangkuhannya membuat pengembara kelelahan dan frustasi melanjutkan perjalanan baginya cukup di dunia saja dan dia mengakhiri pengembaraan nya di sini. Oleh karena itu jejak pengembara selama singgah di dunia akan menentukan episode perjalanan berikutnya. Menentukan hakikat apa yang kelak dia rengkuh...kebahagiaan atau kesengsaraan tanpa batas.

Bismilah...

SumbangSih didedikasikan untuk memberikan inspirasi dan sumbangan pemikiran, curahan hati, serta ungkapan tulus terhadap fenomena kehidupan yang terjadi. SumbangSih membuka diri untuk saling berbagi, saling mengisi dan peka terhadap aneka warna potret-potret kehidupan.