Monday, May 25, 2009

Kepenatan Politik

Seringkali saya menjumpai komentar-komentar yang muncul entah itu di website, di mass media atau di obrolan sehari-hari yang menjadi menu utama adalah persoalan politik. Saya terkadang terenyuh ketika menjumpai komentar yang negatif, berlebihan, bahkan tidak etis sampai terkadang membuat saya berfikir sebegitu penatkah politik kita? Jangan-jangan kita hanya terjebak padatnya arus trafick politik yang memancing emosional sehingga kita kehilangan kesabaran untuk mencari jalan yang lebih lancar dengan kendaraan yang lebih baik.

Hingar bingar dan hiruk pikuk politik belakangan ini boleh jadi membuat sebagian dari kita merasa risih dan jengah. Lontaran janji dan adu argumen kampanye membuat hati merasa tidak nyaman karena acapkali mempertontonkan konflik, kebanggaan semu, fanatisme irasional. Lebih jauh mungkin bagi sebagian lagi yang sudah sempat mengikuti lebih dalam proses politik, akan secara kasat melihat prilaku para kontestan yang sudah menerabas aturan main demi memperoleh kekuasaan sehingga jargon demokrasi yang mengatakan "suara rakyat adalah suara tuhan" hanya menjadi bualan manis para pendukungnya, sementara dilapangan suara tuhan itu ternyata dapat digadaikan/diperjualbelikan dengan harga yang sangat murah.

Ada beberapa bentuk penyikapan atas terjadinya hiruk-pikuk politik ini, pertama ada orang yang melakukan perlawanan terhadap hajatan politik ini, ini lebih dari sekedar golput melainkan mereka terang-terang melakukan perlawanan, mereka menilai semua yang terkait dengan hajatan ini sudah mengkhianati prinsip-prinsip politik, entah itu regulator, penyelanggara, maupun peserta. fakta yang mereka jadikan argumen adalah suara golput terbukti menjadi pemenang sesungguhnya.

Kelompok kedua adalah golongan yang apatis, acuh, masa bodoh. Bagi mereka urusan politik sulit ditemukan hubungan simetris dengan nasib/garis kehidupan mereka. Ikut (nyontreng.red) atau tidak mereka tetap menjadi dan menjalani apa yang saat ini mereka jalani.

Kelompok ketiga adalah kelompok pendukung, kelompok ini tentunya adalah mereka yang jelas kelompok yang bermain dalam arena ini mereka adalah regulator (pemerintah), penyelanggara, maupun peserta dan konstituen (bisa kader atau cuma simpatisan). Mereka menganggap hajatan politik ini merupakan solusi untuk mengatasi berbagai persoalaan yang mendera bangsa ini.

Dan kelompok terakhir adalah kelompok yang maaf saya sebut kelompok predator. Keberadaan mereka boleh jadi berada di ketiga kelompok yang saya sebutkan diatas, bisa pula lintas sektoral mereka menancapkan kakinya untuk bermain. Infiltrasi mereka sangat ambivalen dan tidak bertanggung jawab. Pada kelompok pertama mereka melakukan sikap-sikap oposan tetapi bukan oposan sejati melainkan ditunggangi oleh tujuan tertentu sehingga terlihat sangat arogan, merasa benar sendiri dan sangat meremehkan yang lain. Dalam kelompok kedua mereka cendrung di dominasi oleh kelompok yang tidak mau ikut ribet, capek-capek dan mempertahankan idealisme serta sikap rasionalnya untuk menggunakan hak politiknya, tapi bagi mereka yang penting apa yang bisa mereka dapatkan dari hajatan politik sehingga predator yang ada dalam kelompok ini tidak juga konsisten dengan apatisme tersebut tetapi mereka melihat peluang apa yang mereka dapatkan seperti misalnya "money" dari "politik", tergoda oleh transaksi politik semu yang membuat suara nurani tergadai, atau memperkeruh suasana dengan komentar-komentar asal bunyi dan tidak bertanggungjawab.

Keberadaan predator pada kelompok ketiga ini sangat berbahaya karena keberadaan mereka di kelompok ini sejatinya bukan memperjuangan atas apa yang mereka sampaikan ke khalayak, yang tampak manis mengatasnamakan kepetingan bangsa dan negara yang lebih besar, melainkan yang mereka kehendaki adalah tercapainya kepentinga-kepentingan sesaat yang bersifat pribadi dan kelompoknya. Saya katakan berbahaya karena, INGAT mereka memainkan sepak terjangnya pada kelompok pertama dan kedua. Mereka akan memainkannya kapan mereka mau untuk dapat memuluskan pencapaian kepentingan mereka, terutama ketika mereka merasa terancam kepentingannya.

Mari sejenak kita kembali pada hakikat politik itu sendiri agar kita jangan sampai hanya menjadi penonton yang asyik-masyuk menikmati pementasan politik yang tengah berlangsung, atau berduka lara dalam haru biru sekenario pementasan, atau pulang dengan cepat karena pertunjukan yang begitu menjemukan, padahal kita ternyata belum utuh menyaksikan dan memahami seluruh fragmen pertunjukan.

Kita harus menyadari bahwa kita adalah pewaris sah negeri ini, baik buruknya negeri ini sedikit banyak kita turut berkontribusi. Saat ini suara kita sama nilainya dengan suara seorang presiden. Ketika kita sebagai individu sudah menyerah dengan kepenatan politik mungkin kita juga merasa tidak sendiri tapi bersama puluhan juta bahkan ratusan juta warga yang lain, maka saya tidak bisa membayangkan kemana negeri ini akan dibawa.

Istilah politik menurut wikipedia adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara.

Melihat defenisi ini berpolitik hakikatnya sudah menjadi bagiam inhern dalam diri seorang manusia, dan itu dimulai jauh sebelum kelahiran kita. Ketika kedua ayah-ibu kita memutuskan untuk menikah mengikat janji membentuk sebuah keluarga disitu mulai muncul pembagian peran dan dalam setiap perjalanan sudah pasti terjadinya kesepakatan/keputusan diantara keduanya, sampai kita terlahir menjadi seorang warga dari sebuah negeri bernama indonesia. Ini saya sebut tahapan dari sikap berpolitik seseorang mulai dari individu, pembetukan keluarga, bermasayarakat hingga dalam ujung istilah politik wikipedia dalam bernegara seperti saya sedang kita bicarakan.

Sebagai warga negara, hak politik adalah hak asasi yang dijamin konstitusi. Kita bebas menentukan pilihan kita dan tidak diperkenankan adanya pemaksaaan kehendak. Sang Khalik menganugerahkan panca indera, akal dan perasaan sebagai perangkat kita hidup untuk memudahkan kita memutuskan pilihan kita untuk bersikap. Dalam bermasayarakat, berbangsa, bernegara dan beragama kita pun dibekali dengan rambu-rambu yang mengarahkan setiap pilihan jalan kehidupan kita, termasuk pilihan politik berusaha agar benar dan baik bagi semua, tidak mendzalimi yang lain.

Saya berkeyakinan bahwa jika kita objektif, rasional, mengedepankan nurani sikap apapun yang kita ambil dalam memberdayakan hak politik kita akan membawa kemanfaatan yang besar bagi bangsa ini, dan tentunya predator-predator di negeri ini akan semakin sempit ruang geraknya dan bukan mutahil akan enyah dari negeri tercinta ini. Jadi kini anda bebas menentukan pilihan terbaik ada, tentunya bukan predator. wallahua'lam